Bar bawah tanah yang bertempat di selatan Jakarta itupun terlihat belum ramai sewaktu Avhath dan A.L.I.C.E beraksi, sampai dimana Deafheaven menyapa secara janggal kepada penonton. No corpsepaint, no extremist peformance, just atmospheric music bleeding my ears!
Riuh rendah berita kedatangan Deafheaven, band black metal/shoegaze asal San Fransisco, semakin memunculkan sinyalnya dari kicauan-kicauan (red: tweet) kerabat yang sudah siap menantikan mereka di Basement Arion Swiss Bell Hotel. Dari yang pamer bukti pembelian tiket ataupun ritual seperti mendengarkan ulang dua album (Road To Judah sampai Sunbather) sebagai santapan #Nowplaying setiap harinya di pra-konser, lalu diakhiri kata-kata “can’t wait…”. Fenomena yang sangat klise bagi masyarakat disini.
Ini merupakan konser perdana yang dipromotori Kaama Kaama dalam rangkaian “Sunbather Asia Tour 2014”. Dibuka oleh Avhath dan A.L.I.C.E yang tak kalah garang memaksimalkan penampilan—walaupun mendapat apresiasi yang kaku dari penikmatnya, hingga mengharuskan Miko (vocalist A.L.I.C.E) crowdsurfing untuk menyulut moshing dadakan. Tapi hasilnya nihil. Langkah provaktif Miko tak berangsur lama. Hanya beberapa detik, penonton kembali memangku tangan. Seakan mereka menyimpan energi sebelum Deafheaven berada dihadapannya.
Dipandu oleh MC paling ter-“garing” yang bertugas membagikan dua vinyl Sunbather yang sudah dilegalisir oleh semua personil berlatarkan Deafheaven soundcheck tanpa bantuan kru. Sehabis itu, mereka meninggalkan stage dengan raungan laidback panjang menandakan bahwa persiapan mereka telah matang!
“Dream House” melabrak kencang sebagai persembahan pertama. Lirik-lirik penuh kata amarah dan frustrasi berbenturan bersama keindahan musik khas mereka. Tak heran jika banyak yang sing along penuh emosional dan headbang sambil menjabat tangan George Clarke (vocal). Nada-nada kesedihan menyelimuti “Irresistible” lalu dilindas keras “Sunbather”. Permainan gestur gemulai serta mimik wajah sinis menjadi nilai plus untuk peformance George. Tak ayal jika banyak kerabat saya yang menirukan gayanya sesusai konser sebagai bahan obrolan.
Digawangi oleh Stephen Clark (bass), Daniel Tracy (drum), George Clarke (vocal), Kerry McCoy dan Shiv Mehra pada lini gitar singgah ke Indonesia yang merupakan negara ketiga dalam daftar rangkaian promo album terbaru mereka di Asia yang sebelumnya telah mengunjungi negara Singapura dan Taipei. Konser makin malam, makin liar sewaktu “Vertigo” dan “Windows” dimainkan. Distorsi menuju titik maksimal, scream menyengat otak bahkan surga mengaku tuli mendengarnya! Hingga encore “Unrequited” membuat Kerry tak tahan untuk melemparkan gitar dan stage diving membaur bersama penonton.
Indonesia—Jakarta khususnya—bertambah satu promotor yaitu Kaama Kaama yang sukses sebagai dalang berjalannya konser Deafheaven dengan suasana lebih intens. Tidak ada pagar pembatas antar band dan fans. Semoga banyak nama yang akan dibawa mereka kedepannya seperti Liturgy, Russian Circle, Pelican atau Sun O))) sekalipun. Semoga!