Seorang ketua panitia memberikan kata sambutan, terlihat grogi, ia melemparkan beberapa kata makian berusaha melawan kegugupan. Tidak terlihat kalau kegugupan berhasil dihilangkan, namun kegugupan tersebut tidak juga berhasil mengalahkan seseorang yang berambisi besar menjadi pengusaha konser. Ia berhasil menyelesaikan kata sambutannya dengan baik, yang syukurnya tanpa perlu mengucap jargon a’la Orba.
Nama manusia dengan kata sambutan itu adalah Felix Dass, seseorang yang cita-cita mulianya saya sambut baik: menjadi pengusaha konser.
Konser ini adalah konser kedua yang diadakan Felix Dass di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki setelah dianggap sukses di pagelaran pertama lalu.
Ada benang merah yang sama diantara kedua penampilnya; keduanya berformat duo, dan keduanya tampil juga di kedai Tjikini17 tahun lalu. Seperti kebetulan? mungkin, tapi saya rasa ada peran alam semesta yang membuat Silampukau akhirnya kembali memukau pencinta musik di daerah Cikini.
•
Tahun lalu tidak ada tirai yang membuka diri perlahan untuk kemudian penonton bersorak dan bertepuk tangan berharap dihibur oleh Silampukau seperti tahun ini. Tahun ini mereka semua disambut dengan tepuk tangan dan teriakan sambutan berlogat medok begitu tirai terbuka sedikit.
Lampu dinyalakan, dan terlihatlah tata lampu yang efisien namun efektif menerangi panggung dan sedikit memantul dari kulit kepala yang berkilat di baris depan untuk menyilaukan mata saya sedikit. Saya bisa melihat pemetaan lampu-lampu berwarna merah dan hijau di permukaan kepala tersebut.
Hal ini menyebabkan saya perlu sedikit memiringkan badan untuk menonton dengan ruang pandang yang lebih lega.
•
Eki dan Kharis tidak menunggu lama, mereka lansung membuka konser dengan lagu pertama “Bola Raya”. Terasa aroma kegugupan yang mungkin disebabkan tata suara yang belum seimbang, atau karena gedung pertunjukkan yang dalam bertahun-tahun berdiri telah menghibur umat manusia dengan pertunjukkan kelas dunia.
Saya ada di teater itu saat ada pertunjukkan musik, teater, atau balet berkunjung ke Indonesia dalam rangka tur dunia. Sebuah gedung teater kecil namun berkarisma, tidak banyak lagi jumlahnya di seluruh dunia. Seorang veteran pertunjukkan kelas dunia saja pernah menyatakan kegugupannya, maka saya memahami jika Silampukau juga gugup.
Sebenarnya kegugupan tak pernah hilang dari wajah di sepanjang pertunjukkan, namun kadarnya semakin berkurang di lagu demi lagu dan tentu saja mereka tetap berhasil memukau yang hadir di malam pertama.
Masalah tata suara telah berhasil diatasi sebagian saat lagu “Bola Raya” diselesaikan, dan akhirnya mulai maksimal di “Sang Pelanggan” saat penonton bersemangat ikut bernyanyi lagu tentang gang Dolly di Surabaya.
Penonton bersorak dan tertawa keras saat oom Muke Kapur dari PMR muncul sekilas di lagu kesekian, untuk kemudian muncul kembali sebagai penambah keriaan berikutnya di lagu dangdut yang dinyanyikan oleh Ayu yang biasanya bermain ukulele.
Seorang perempuan disebelah saya yang rupanya fans kelas berat, tidak berhenti bergoyang dan bernyanyi. Kalau saja gedung ini tidak pakai tempat duduk, saya rasa dia sudah lompat ke barisan depan dan joged paling depan. Memang sebuah pertunjukkan sebaiknya dinikmati semaksimal mungkin.
•
Bagian yang juga menyenangkan adalah, setelah jeda istirahat 10 menit, semua yang dihadir dibagikan marakas kecil berlogo Silampukau. Untuk dimainkan bersama di beberapa lagu set kedua, yang menyebabkan banyak fans histeris dan memainkan dengan rupa-rupa improvisasi yang untungnya masih nyambung.
Di awal set kedua ini saya memohon kepada teman di sebelah untuk bertukar tempat duduk, karena mata saya silau terkena pantulan dari kulit kepala. Seseorang dengan jiwa yang baik, ia menukar tempat duduknya dengan saya. Tidak lama kemudian ia terlihat mencondongkan badannya ke sebelah kanan, tempat bahu istrinya berada. Obstacle yang berhasil dijadikan advantage oleh Arya ‘Substore’.
•
Dengan setlist dari album “Dosa, Kota, dan Kenangan“, lagu baru maka akhirnya konser ditutup dengan lagu “Doa 1”. Yang kemudian tentu saja dilanjutkan dengan sebuah ‘Encore’ dari lagu lama mereka.
•
Pertunjukkan akhirnya selesai, dilanjutkan dengan ramah tamah di lobby dan perbincangan dengan teman-teman yang biasanya hanya berjumpa di saat pertunjukkan musik berlansung.
Malam telah jatuh dengan memukau sekali lagi di Cikini.
•
Silampukau – Bianglala