Terlepas dari konser-konser yang membludak di awal tahun, festival musik menjadi sebuah keharusan masuk bucket list kalian. Ini untuk mereka yang haus menyaksikan berbagai macam band dalam satu acara.Kita pun akhir Januari kemarin akhirnya diberi kesempatan kembali meliput festival reguler tiap tahun St. Jerome’s Laneway Festival di Singapore. Lokasinya pun tidak berubah, sama seperti tahun kemarin yang mengambil tempat di tanah lapang hamparan dedaunan The Meadow, Garden By The Bay. Dan siang terik itu tim Deathrockstar menjadi saksi antusiasme penonton yang sangat mengapresiasi para penampil di keempat stage tersebut.
Setelah Tobias Jesso Jr menyatakan gagal bergabung di Laneway Festival Singapore 2016, lalu mengganti posisinya dengan The 1975, DIIV juga mengumumkan kebatalannya lima jam sebelum acara berlangsung. Sebelum pernyataan resmi keluar, kabar ini memang sudah tersiar terlebih dahulu di kalangan tertentu yang tadinya kita anggap sebagai ‘kabar miring’ saja. Maklum band shoegaze gacoan Captured Track ini memang salah satu nama paling ditunggu. Tapi toh kekecewaan tidak berangsur lama dan terbayar tuntas dengan jajaran nama lainnya.
Dua panggung maha megah langsung menyambut kedatangan para penonton. Riot !n Magenta (Singapore) didaulat sebagai penampil pembuka lalu dilanjut Cheat (Filipina) menghentak Garden Stage. Benar kata kerabat saya soal musik gelombang baru di Asia Tenggara yang sedang bergairah-gairahnya, terbukti di kedua band pertama tersebut. Menengok ke Bay Stage, Violent Soho dibawah arahan James Tidswell (gitar/vokal) sudah bersiap menggilas telinga! Pilihan lagu pemacu moshing pun dibawakan dari “Covered In Chrome, “Dope Calypso”, hingga“Like Soda”. Gerombolan muda asal negeri kangguru itu pun berhasil mencairkan suasana dengan amunisi yang ada. Dan entah mengapa band ini mengingatkan Box Car Racer tanpa Travis Barker.
Pergantian band pun masih berlanjut. Panasnya sinar matahari yang menghisap ubun-ubun masih menolak menurunkan suhunya. Namun Thundercat menyulap suasana, meminjam perkataan orang disamping saya, menjadi ‘chill’ sewaktu Stephen Bruner bersama kedua additional player-nya. Permainan jazz fusion menjadi bumbu utama sepanjang penampilan. Adapula perwakilan paguyuban Odd Future (R.I.P) yaitu The Internet menjadi pengisi selanjutnya. Memilih “Get Away” sebagai pemantik euforia yang ampuh mendompleng goyang bahu semi-pelan. Berganti sesuai rundown, band lokal bernama Cashew Chemists mendapat apresiasi meriah untuk mereka yang pertama kali melihat pertunjukannya. Sesudah itu kami pun akhirnya bertolak ke Cloud Stage. Dari kejauhan kami sudah dijamu suara indah dari Shamir. Menjadi pengalaman yang memorable kalau kita menemukan band unik dan perdana menyasikannya di suatu acara. Ini bisa menjadi bahan obrolan sepulang nanti lalu mengulik internet nama band tersebut sesampainya dirumah. Persekutuan DJ yang menamakan diri mereka Syndicate juga masih mengalun di White Room diiringi tatanan visual memanjakan mata. Kembali ke Garden Stage, Battles berhasil membuat decap kagum atas permainan mahirnya. Terutama sang drummer, John Stanier, yang harus memukul cymbal dengan tinggi yang tidak wajar dengan ketukan-ketukan janggal. Tapi, di tiga lagu awal pertunjukan kita dibuat kurang nyaman karena kesalahan teknis yang mengharuskan gitar Ian Williams tanpa suara. Berkat kru yang sigap permasalahan tersebut dipungkas tuntas. Kita pun masih bisa mendengar “The Yabba” dan materi-materi album perdananya, Mirrored.
Sedari Intriguant menyelesaikan set-nya, tim kami sudah mengambil posisi menunggu METZ di Cloud Stage. Sebuah prioritas yang berani merelakan The 1975 yang terdengar enerjik berbalut teriakan remaja putri. Tapi penantian kita tidak sia-sia. Raungan gitar yang noisy nan self-destructive menggempur tanpa ampun! Badan bertubrukan saat “Wasted”, “Eraser” hingga single terbarunya “Acetate” dibawakan. Pria-wanita, tua-muda, apapun itu jenisnya bercampur keringat di mosh-pit. Sayangnya crowd surfing sebagai tindakan yang tidak dibolehkan disini. Tapi persetanlah! Kita pun sudah puas oleh suguhan band noise rock asal Ottawa ini. Tidur-tiduran dirumput sambil ditemani deretan lagu yang dimainkan Beach House pilihan tepat setelah ‘berolah raga’ sebelumnya. Toh malam sudah memanggil dan langitnya sudah bersahabat dalam gelap.
Penampilan Claire Boucher a.k.a Grimes dibuka oleh salah satu penari latarnya dengan setting panggung yang sangat konseptual. Kali ini dia banyak membawakan nomor dari album terbarunya, Art Angels, yang sangat upbeat daripada album sebelumya. Dia sedikit membuka memori ketika pembuatan video klip ‘Realiti’ mengambil tempat shooting di Garden Bay sesudah lagu tersebut dimainkan. Claire pun berkolaborasi bersama Aristophanes, rapper asal Taiwan, saat “Scream” dikumandangkan. Seolah tidak mau menurunkan tensinya, giliran Chvrces mengambil alih tongkat estafetnya dengan hujan synth-pop mengguyur kuping kita. Lauren Mayberry itu menjadi fokus utama visual para lelaki dengan melihat dia loncat kesana-kemari penuh semangat. Walaupun ini kali keduanya mereka menjejaki panggung Laneway Festival di Singapore, porsi album The Bones of What You Believe dengan Every Open Eye dibagi rata. Ditambah gemerlap lampu titantron gigantis menjadi nilai plus. Purity Ring dan Flume menjadi pilihan yang sulit untuk mengakhiri hari ini. Tapi apa daya langkah kaki mengarah ke duo trip hop tersebut. Stamina pun sudah 30% menyaksikan mereka sambil bertanya ke teman disamping “Kira-kira line up Laneway Festival Singapore tahun depan siapa aja ya?”. Karena mereka kembali menunjukan kesuksesan setiap tahunnya dengan deretan band yang patut ditanyakan dan tentunya masih menjadi festival musik gacoan di Asia Tenggara.
Teks + Foto : Robby Wahyudi Onggo (@robonggo)